Atas nama sang imaji, kuarahahkan mata pena ini untuk menulis pesan dan sajak lugu tentang dirimu... Hmm, Hai puisiku yang telah sejak lama menetap di ruang paling kalbu. Tak terasa begitu lekasnya kau tumbuh dan berkembang menjadi rangkai-rangkai kata yang menjelma cerita. Cerita yang tak biasa, namun juga tak begitu luar biasa. Sederhana, namun sarat akan rasa.
Lantun lugu lagu lucu darimu wajah-wajah jengkel yang akan selalu mengundang rindu, pula sendu atau sejenis aroma khayal lain yang berasal dari segala bebal, sebal dan kesal, yang sialnya malah membuatku semakin hibat akanmu.
Takdir kadang datang bertele-tele. Seringnya, permulaan cerita selalu berpasangan mutlak dengan perpisahan. Namun, jika bahagia sejatinya begitu. Melewatinya adalah keharusan tanpa syarat.
Berpisahlah untuk mengindahkan takdir, berpisahlah untuk bangun dari mimpi dan mewujudkannya.
Memang selalu ada batas antara langit dan lautan. Percayalah, seperti bulan dan angin, aku pun sama, selalu menyertai tepat di belakangmu. Berjalan di pematang rindu, akan selalu menemuimu lewat munajat panjang yang tak berjarak.
Kelak, segala hal yang kau pelajari akan membimbingmu.
Silahkan kau lintasi cakrawala, walau kadang dunia menentangmu sampai kau benar-benar mengenal dirimu.
Tolong kau ingat suara pelan ini untuk terus mengingatkanmu.
Ketika sudah mulai amat berbisik, jangan pernah kau usir pergi, dan jangan pernah biarkan sesal dahulu yang datang sebelum semua kau pahami.
Sekali lagi, takdir kadang datang bertele-tele.
Tolong kau ingat suara pelan ini untuk terus mengingatkanmu bahwa kita pernah mengeja lara dan bahagia bersama, di sini.